Dari Jendela Taxi
Masa Lalu
Oleh : Stefani Kristina Putri / 24
XII MULTIMEDIA 2
SMKN 10 SURABAYA 2015-2016
Surabaya, sebuah kota pahlawan yang indah. Kota yang
bersih dan juga teratur. Kota yang mengutamakan lingkungan, dan yang terpenting
adalah Surabaya merupakan kota yang penuh kenangan untuk ku. Lama aku tidak
menginjakkan kakiku disini, rupanya banyak sekali yang berubah dari kota penuh
kenanganku ini. Surabaya tak lagi seperti dahulu yang tidak teratur dan selalu
macet di daerah tertentu. Semua itu telah berubah, mungkin kini pemerintah kota
lebih memperhatikan akan kotanya.
Ku sapukan pandangaku ke sekitar. Mulai dari turun
bandara hingga saat ini aku melaju untuk ke arah Surabaya Utara ternyata banyak
sekali perubahan. Kiranya sudah berapa tahun ya aku tidak ke kota kelahiranku
ini? 2 tahun? Sepertinya lebih, 3 tahunkah? Lebih deh, Mungkin 4 atau bahkan
sampai 5 tahun sudah aku tak pernah kesini, kembali lagi ke kota tercintaku.
Tentu banyak hal yang tidak aku ketahui termasuk perubahan-perubahan ini.
Sejak lulus SMA tak pernah lagi sekali pun, ku
injakkan kaku ku di kota tercintaku ini. Kota yang penuh dengan kenangan. Tak
aku tahu lagi apa saja yang telah hilang. Sekian tahun aku merantau, baru hari
ini aku kembali. Kembali pada kenangan yang dahulu, kembali pada tempat yang
dahulu, namun tentu saja aku tak akan mungkin kembali pada kehidupan yang telah
lalu. Ada banyak hal yang harus aku urus dalam kurun waktu satu minggu ku ke
depan selama di Surabaya ini. Setelah satu minggu itu, aku harus segera kembali
ke kota rantauku, kota Makassar, yang juga dikenal dengan nama Ujung Pandang.
Kepergianku kembali ke Surabaya semata-mata ingin
membereskan beberapa berkas termasuk berkas sekolah-sekolahku, tentunya sekolah
yang terakhir kali atau tamatan terakhir ku di Surabaya ini, yaitu SMK Negeri
10 Surabaya. Tidak lain lagi pasti lokasinya masih sama yaitu di Jalan Keputih
Tegal.
Hmm. . Aku jadi teringat beberapa kawan lamaku
Kiranya bagaimana yah kabarnya sekarang? Rupanya sudah lama juga aku menutup
diri untuk tidak berkomunikasi dengan mereka. Banyak hal yang tentunya telah
terlewat untukku. Beberapa kali kawan-kawanku mengundang ku pada suatu group
untuk angkatan kami, namun aku selalu mengabaikannya. Tidak pun sekali aku
menolak namun juga tidak sekalipun aku menanggapi mereka. Entah mengapa rasanya
sudah lama aku jarang berkomunikasi baik dengan orang lain.
Dari jendela taxi yang dikemudikan oleh bapak sopir
bernama Harun ini aku dapat melihat titik – titik hujan membasahi jendela
taxiku. Tidaklah heran bulan ini adalah bulan Januari, sudah tentu akan hampir
setiap hari hujan turun membasahi bumi. Memberikan kenikmatan bagi mereka yang
selalu bersyukur padaNya, Ia sang Pencipta dan Maha Kuasa, Maha akan segalanya.
Dari jendela ku ini ku melihat berbagai kendaraan
berlalu lalang, rupanya mobil lebih mendominasi lalu lintas dari pada kendaraan
bermotor atau beroda dua. Kini juga aku lihat bentor yaitu kendaraan beroda
tiga yang mirip dengan becak, bentor sendiri singkatan dari becak motor. Wahh,
sungguh banyak sekali perubahan yang telah aku lewatkan. Siapa sangka kota ini
menjadi begitu maju. Namun bagaimana kabar para teman-teman seangkatan ya?
Merenung begini aku jadi teringat ketika masa SMK,
masa yang begitu banyak kenangan baik manis maupun pahit. Seperti masih segar
dalam ingatan ku sehingga dapat dengan mudah aku hanyut kembali pada masa itu.
Pagi itu aku menjalankan rutinitasku seperti
biasanya. Aku bukanlah termasuk siswi yang riang, namun aku selalu berusaha
akrab dan ramah pada setiap orang. Sehingga ketika pagi-pagi aku bertemu dengan
bapak atau ibu yang menjadi petugas bersih-bersih sekolah, selalu aku sapa
mereka, salah satunya adalah Bu Luluk. Entah mengapa ketika usai aku menyapa
seseorang, bibirku yang merekah ini membuah hatiku juga merekah. Menjadi
semangat untuk menjalani aktivitas. Rupanya bukan hanya kita dapat menyalurkan
energy positif pada orang lain hanya dengan memberikan sebuah senyuman dan
sapaan, namun juga pada diri sendiri. Ini sih teori ku saja. Aku bukan seorang
ahli namun untuk diriku sendiri rasanya tak sukar untuk menilai diriku sendiri.
Seperti biasa, setelah menyapa salah seseorang yang
kukenal atau ku temui tentu aku langsung masuk kekelas. Seperti biasa pula aku
tidak menyapa orang yang tidak ku kenal, bukan karena aku tidak ingin dikatai
SKSD ( Sok Kenal Sok Dekat ) Melainkan semua ini karena aku memang tidak
terlalu senang memperhatikan sekitarku. Namun bagaimana pun diriku semuanya
tidaklah penting. Yang terpenting untuk saat ini adalah aku menemukan salah
seorang teman sekelasku yang tengah bermuran durja. Ada apa gerangan yang
membuat ia menekukkan wajah di pagi hari yang cerah ini? Terutama di pagi hari
yang mana aku tengah bersemangat karena hatiku yang sedang merekah. Aku
tersenyum dan menyapanya
“ Pagi Ti. “ Sapa ku padanya, ia pun mengangkat
wajahnya kemudian tara.. bagaikan sebuah kejutan bila ini adalah suatu acara tv
show, aku melihat wajahnya yang sembab. Tentu empatiku kemudian bekerja dan
simpatiku menggelitik untuk mendekat dan bertanya. Oh ya lupa, ia membalas
sapaanku. “ Pagi Te, “ wowowowo… Suaranya terdengar kurang semangat dan juga ia
kemudian setelah itu kembali menekuri handphonenya. Ada apa gerangan ?? Dalam
hatiku tanda Tanya mulai bermunculan bagaikan ranting-ranting kemudian
menggelitik naluriku untuk segera bertanya.
“ Kenapa kamu hari ini? Sakit? “ Tanyaku padanya.
Tentu saja ia bukan sakit. Aku yakin itu. Ia tengah menangis! Namun semua itu
ia sembunyikan ketika tahu aku datang. Aku jadi menduga-duga apa penyebabnya
namun tak berani juga untuk bertanya. Ia sendiri hanya menjawab pertanyaanku
dengan menggeleng. Alibiku jadi ingin mendekati dia dan bertanya, aku pun duduk
disampingnya.
“ Kamu nangis? “ tanyaku, “ kenapa? Apakah ada yang
salah? Kamu habis di marahi ortumu? “ ia menggeleng, “ lalu apa? Kamu putus
dengan pacarmu? “
“huaaaaaaaa… huaaaaa…. Hikkkss.. hikss “ waduh kok
dia malah nangis begitu. Aku jadi kaget, apa ia kesurupan? Namun segera ku
pegang pundaknya dan kemudian bertanya lagi “ mengapa nangis? Kamu kenapa?
Apakah kamu baik-baik saja? Ada masalahkah? Ayo ceritakan! Sebelum teman-teman
yang lain datang tentu kamu tak ingin mereka melihat mu seperti ini” Aku
mendesaknya, mengajukan terus kata-kata itu. Mengulanginya terus dan terus. Ia
tak kunjung menjawab. Namun beberapa menit kemudian tangisnya mulai reda.
Rupanya ia bisa mengontol dirinya meski cukup lama. Ia pun mulai bercerita.
Syukur waktu itu masih pagi-pagi benar, aku yakin sebagai siswa maupun siswi
ada yang masih terlena atau bahkan baru mandi, apalagi yang rumahnya dekat.
Sehingga kami pun dapat leluasa bercerita.
“ Te, Aku punya masalah dengan dia, dia kekasihku.
Te, aku takut. “ katanya disela-sela tangisnya
“ takut kenapa? “ tanyaku
“ aku takut te, aku takut” ia mulai terisak kembali.
“ aku takut putus te, aku sayang dia Te, aku sayang dia, aku nggak mau putus.
Aku nggak mau. Akhir-akhir ini kami sering bertengkar, ego kami selalu bermain
di setiap pertengkaran kami, dan aku pun juga bagaikan kertas yang tersulut
api, selalu saja mudah terbakar oleh amarah. Jadi bagaimana? Aku takut te aku
takut. “ katanya sembari sesenggukan, aku berikan air mineralku, ku minta ia
meminumnya agar tenang, ia awalnya menolak namun kemudian menerimanya juga. Ia
pun mulai tenang.
“ nah.. “ aku pun melanjutkan “ mengapa kamu harus
takut hingga menangis menjadi-jadi seperti ini Ti? Apakah kamu sendiri sudah
yakin dengan pilihanmu? “ tanyaku prihatin padanya
“ iya Te, aku sudah yakin dengannya, aku nggak mau
putus dengan nya, aku nggak mau te aku nggak mau”
“ Iya, aku tahu. Tapi bukan lebih baik kamu tidak
usah memikirkannya dahulu? Kita sudah ada di tingkat akhir. Bila memang dia
jodohmu tentu kamu akan bersamanya kelak bagaimanapun kamu dipisahkan dengannya
kalau memang kamu jodohnya tentu kalian akan bersama. “
“ Tapi Te, nggak semudah itu. Aku nggak bisa semudah
itu memikirkan sekolah atau prestasi. Hubungan ini penting Te, penting. Aku
nggak bisa mengejar prestasiku tanpa dia ga bisa te ga bisa “
“ Kata siapa nggak bisa? Semua itu dari niatan mu
saja Ti, nggak ada yang mustahil bagiNya. Kamu sendiri juga harus berserah
kepadaNya agar selalu diberikan kemudahan dalam setiap langkahmu. Sudahlah
percayalah padaku, semua akan baik-baik saja. Kamu nggak perlu memikirkannya
kembali. Bila saat ini kamu harus berpisah dengannya, dan bila itu yang
terbaik, lakukanlah, dari pada semuanya terlambat dan membuat prestasi atau
sekolahmu hancur “ kataku memberikannya saran, namun kelihatannya ia masih
belum bisa menerima saran dan logikaku.
“ Tidak Te, kita tidak satu pemikiran. Kamu tetap
kamu dan aku tetap aku. Mungkin bagimu Pacaran No, dan Prestasi Yes. Namun
bagiku keduanya adalah ‘YES’ dan akan berjalan beriringan. Coba deh bayangkan,
sudah hampir 3 tahun kami melalui hari bersama-sama suka dukaku sudah ku
bagikan dengannya. Masakah mungkin aku harus berpisah dengan nya seperti ini?
Aku nggak bisa Te, apalagi di tingkat akhir ini aku betul-betul membutuhkannya
sebagai motivasi, dan semangatku, jadi aku nggak bisa Te, aku ga bisa! Aku
tetap harus bersamanya. “
“ Ti, cinta itu nggak buta kok, ayolah mana teman
baik ku yang dulu selalu ceria? Mana teman baik ku yang dulu sebelum mengenal
kekasihnya, sebelum memasuki SMK? Ayoo dong jangan jadi kekanak-kanakan begini.
Kamu memiliki banyak hal yang dapat kamu capai. Nilai akademis mu cukup bagus,
guru-guru menyukaimu, penyampaianmu dalam presentasi bahkan mengalahkanku.
Jangan karena cowok semua ini berubah Ti, tolonglah kembali menjadi Ti ku yang
hebat dan sempurna. Banyak lho sebenarnya yang antre menunggu mu namun kamu
seringkali acuh. “ Kata ku berusaha membujuknya.
“ Cukup Te, bila kamu terus memaksaku untuk seperti
itu, rupanya kamu tidak mengerti akan kesedihanku. Bahkan kamu sendiri tidak
bertanya mengapa aku bisa sampai seperti ini. Oke mungkin kamu akan beralasan
menjaga privacy ku, namun seandainya kamu mengerti sudah tentu kamu tak akan
menyarankanku untuk meninggalkannya begitu saja. Bagaimanapun ia memiliki peran
penting dalam hidupku saat ini. Bukan hanya prestasi namun juga masa depanku.
Bila sampai hari ini kamu tidak dapat memahaminya, aku maklum dan aku pun tak minta
kamu mengerti akan ku. “ Kemudian ia pergi meninggalkan ku yang melongo
mematung di tempatku semula. Dan sejak saat itu, mulai sepanjang hari itu, tak
lagi kutemui ia. Entah ia berada dimana namun tak lagi aku melihatnya.
Sudah satu minggu aku tak melihatnya, kami juga tak
berkomunikasi, ia pun juga tak pernah lagi masuk sekolah. Aku jadi bingung
dibuatnya. Mengapa ia begitu tega meninggalkan sekolah hanya demi seorang
lelaki? Bukankah ia memiliki prestasi dan juga nama yang baik di sekolah ini?
Oh Ti teman karib ku yang baik. Sayang bila semua ini harus ditinggalkannya
demi sebuah status hubungan.
Dua minggu berlalu, aku mendapatkan kabar bahwa ia
telah keluar. Aku tak tahu apa yang membuatnya keluar dari sekolah pada waktu
itu. Ada yang mengatakan pindah, ada yang mengatakan ia di jodohkan, dan ada
pula yang menduga bahwa ia hamil. Semua desas desus itu menjadi sebuah topic
yang cukup hangat sebagai bahan gosip. Tapi aku tak pernah sekali pun mengikut
dalam topic tersebut. Aku lebih memilih pergi dari pada harus mendengar semua
itu.
Satu bulan kemudian, waktu telah dekat dengan ujian
akhir dan ujian nasional. Kabar lain pun mulai tersebar. Ternyata Ti teman
karibku itu memang keluar karena sebuah alasan. Ia telah mengandung anak dari
To kekasihnya itu. Baru ku tahu mengapa ia begitu keukuh untuk mempertahankan niatnya bersama si To. Mungkin karena
ia telah mengatahui bahwa ia hamil. Oh temanku yang malang. Lalu apa yang harus
aku lakukan? Waktu cepat sekali berlalu. Tak ada lagi yang dapat aku lakukan.
Waktu pun menggiringku pergi meninggalkan kota tercintaku ini dengan cepat.
Tanpa pamit dan tanpa apapun juga. Lagian pada siapa aku harus berpamitan? Tak
ada orangtua disini, temanku pun tak ada yang akrab. Aku bukanlah siswi yang
pandai seperti Ti yang terkenal. Aku hanyalah orang biasa saja.
Aku kembali setelah aku berlalu bersama lamunan dan
kenanganku. Taxi yang ku tumpangi berjalan perlahan, sepertinya sudah hampir
memasuki sebuah kawasan yang hendak aku tuju. Sebuah hotel berbintang empat
yang lokasinya tak jauh dari pusat kota dan juga timur serta utara. Setidaknya
menurut ukuranku dari hotel ini aku dapat menjangkau beberapa wilayah kota itu
dengan mudah dan mendapatkan transportasi dengan cepat juga. Meski ini adalah
kota kelahiranku dan 12 tahun aku mengenyam bangku pendidikan disini, namun
kini aku datang seorang diri tanpa keluarga dan juga kerabat, sehingga
membuatku harus mandiri dan siap akan segalanya. Tentu kedepannya aku akan
bergantung pada gadget dan jasa transportasi lainnya seperti Taxi dan Gojek yang
kini tengah menjadi transportasi yang sedang trend.
Akhirnya aku sampai juga pada tujuan pertamaku,
perjalanan ini memakan waktu hampir satu jam dari Bandara Juanda. Rupanya
perjalanan ini juga telah merenggutku memasuki lamunan dan kenangan lama ku
bersama Ti waktu itu. Ku turunkan kaki ku untuk menjejaki tanah kelahiran ini.
Akhirnya aku bisa berdiri kembali disini, meski bukan didepan tempat ku dahulu
menempuh pendidikan, namun kini aku berdiri sebagai seorang wanita, bukan lagi
hanya seorang perempuan, namun seorang wanita. Wanita yang terlah berdikari,
wanita yang hampir memiliki segalanya, akhirnya dapat ku buktikan bahwa
kenangan dapatlah kita ukir dalam album saja dan masa depan memang di tangan ku
sendiri. Semua yang menjadi tekadku di masa lalu akhirnya terpenuhi. Tidak
sia-sia selama ini aku mengejar ilmu karena setiap ilmu yang aku kejar dan
pelajari rupanya berguna pada kehidupan ku di masa depan ini. Namun bila aku
harus mengingat kenangan masa lalu tentunya aku sedih, bagaimana kabar dan
nasib kawan karib ku Ti dahulu? Apakah ia baik-baik saja? Semua itu hanya dapat
menjadi pertanyaan belaka saja untuk ku.
Namun kini aku harus kembali sadar pada kenyataan bukan lagi terus
melamun seperti dalam taxi tadi, karena kini, aku telah berdiri di tempat yang
selama ini aku impikan, dan menjadi apa yang sesuai dengan angan-anganku.
0 Response to "Dari Jendela Taxi"
Post a Comment
Harap Komentar Dengan Sopan dan Tidak Mengandung SARA atau SPAM
Untuk pasang Iklan contact stefanikristina@gmail.com