Prestasi Membahagiakan
Prestasi
Membahagiakan
Oleh
: Warda Hikmatul Mardiyah
XII
Multimedia 2 /29
SMK
Negeri 10 Surabaya
Cahaya senja tersenyum, membentangkan cakrawala indah.
Jingganya menyebar di angkasa raya. Suara nyanyian burung menemani kepergianku
pergi ke sekolah. Hari ini adalah hari pertama mengikuti
kegiatan LOS di sekolah baruku. Aku bersyukur bisa diterima di salah satu
sekolah negeri di Surabaya yaitu SMK Negeri 10. Aku
mengambil jurusan Multimedia. Salah
satu jurusan dengan nilai tertinggi di sekolah ini. Sangat mudah aku masuk
jurusan Multimedia karena nilaiku yang cukup tinggi. Saat ini aku belum
mempunyai teman baru dan masih
malu jika harus
SKSD (Sok Kenal Sok Dekat), sehingga aku memilih barisan belakang. Aku
mendengarkan pengarahan dari kakak OSIS. Lalu, seluruh murid baru termasuk aku
mulai berjalan masuk ke aula.
Selanjutnya aku mengikuti kegiatan LOS pertama hingga selesai.
LOS hari kedua aku masih belum mempunyai
teman baru dan tetap berdiri di barisan belakang. Kegiatan LOS kali ini tidak
kalah membosankan dengan LOS kemarin. Hari ketiga LOS, aku menjalani tes penentuan kelas. Saat
ujian berlangsung ada seseorang yang memanggilku. Dengan hati-hati aku menoleh
ke belakang, ternyata seorang cowok yang memanggilku tadi. “Hai maaf. Kamu tau
jawaban nomor lima?” tanya
cowok itu kepadaku.
“Ya
aku tahu, kenapa?” jawabku dengan pelan.
“Apa
jawabannya?” tanya
dia lagi.
“Jawabannya
A” jawabku kesal.
“Ok
terimakasih”. Lalu aku mengerjakan kembali soal ujian yang sempat tertunda
tadi. Sepuluh menit sebelum waktu ujian selesai, aku sudah menyelesaikan soal
ujian itu. Kemudian aku keluar kelas dan menuju ke kantin. Di kantin aku
memesan mie ayam dan es teh. Saat aku
sedang asyik makan, tiba-tiba cowok yang memanggilku saat ujian tadi datang
menghampiriku. “Hai, boleh aku duduk di sini?”
“Iya
silahkan”. lalu cowok itu duduk di depanku. Saat makananku hampir habis, cowok
itu berbicara lagi. “Kalau boleh tahu nama kamu siapa? Namaku Achmad” sambil
mengulurkan tangannya.
“Namaku
Zahra” aku
membalas uluran tangannya.
“Kamu
dari SMP mana?”
“SMP
Negeri 18” jawabku singkat.
“Oh.
Aku dari SMP Negeri 15”
“Oh.
Maaf aku harus pamit pulang”. Aku berdiri meninggalkan cowok aneh itu.
“Hati-hati
di jalan ya”
Hari ini adalah pengumuman hasil tes penentuan kelas. Aku berjalan
menuju papan pengumuman yang ada di depan perpustakaan. Aku mencari namaku di
deretan jurusan Multimedia. Perasaan
terkejut sekaligus senang karena namaku ada di daftar nama kelas X Multimedia
1. Aku bergegas mencari kelas Anggrek 1. Setelah cukup lama mencari, aku
menemukan kelas itu dan masuk ke dalamnya. Aku memilih duduk di barisan nomor
dua dari depan. Beberapa
menit kemudian, bangku-bangku yang tadinya masih kosong mulai terisi. Aku
melihat di sekelilingku, berharap salah satu dari mereka akan menjadi teman
baikku. Tak lama kemudian, cowok aneh itu masuk ke dalam kelas dan langsung
duduk di sampingku. Aku terkejut,“Kenapa kamu duduk disini?” tanyaku dengan
sedikit kesal.
“Apa
kamu tidak lihat? Semua bangku disini sudah penuh” jawabnya dengan santai.
Aku
hanya diam saja dan mengalihkan pandanganku ke arah lain. Tak lama kemudian,
seorang guru masuk ke dalam kelas. “Selamat pagi anak-anak. Bagaimana rasanya
terpilih menjadi murid di SMK Negeri
10. Jangan kalian sia-siakan kesempatan kali ini, karena kalian sudah
mengalahkan ribuan murid yang ada di Surabaya?”
“Bangga…” “Senang pak”
“Syukurlah
kalau begitu. Perkenalkan nama saya Budi Sutrisno. Saya adalah wali kelas
kalian”
Hari-hari berikutnya, aku
memberanikan diri berkenalan dengan mereka kecuali dengan cowok aneh itu karena
sebelumnya sudah berkenalan. Ternyata mereka teman yang seru. Mulai dari yang
pendiam, pintar, baik, cuek, cerewet, jail, bahkan menyebalkan seperti Achmad.
Sampai hari ini, aku masih duduk sebangku dengan Achmad. Saat istirahat, Dina
mengajakku ke kantin. Dina adalah teman yang duduk di belakangku. Sesampai di
kantin, Dina menyuruhku mencari tempat kosong, sedangkan Dina memesan makanan
untuk kami. Beberapa menit kemudian, Dina datang sambil membawa dua mangkuk
bakso dan dua gelas es jeruk. “Kenapa kamu di kelas diam saja?”
“Aku
tidak suka duduk sebangku dengan Achmad, karena aku tidak biasa duduk sebangku
dengan cowok”
“Bagaimana
kalau kita pindah tempat duduk. Aku duduk denganmu, sedangkan Achmad duduk
dengan Ifan”
“Apa
Ifan dan Achmad mau?”
“Biar
nanti aku saja yang bilang ke mereka”. Lalu kami segera menghabiskan makanan
kami dan kembali ke kelas. Saat tiba di kelas, Dina langsung menghampiri Achmad
“Hai Mad”
“Iya,
ada apa Din?”
“Kamu
mau nggak tukar tempat duduk denganku. Aku duduk dengan Zahra, sedangkan kamu
duduk dengan Ifan”
“Haa
kok gitu?”
“Ayolah
Mad. Pliiisss”
“Hmm.. yaudah deh”
“Makasih
ya Mad”. Dina melihat ke sekeliling kelas dan kebetulan Ifan duduk di bangkunya. Dina
menghampirinya. “Fan, aku duduk sama Zahra ya, kamu duduk sama Achmad?”
“Oh
ya, terserah kamu saja Din”. Lalu Dina memindahkan tasnya dan duduk di sampingku.
“Huu.. akhirmya kita bisa duduk sebangku”.
Dina menoleh ke arahku sambil tersenyum lega.
“Ya
Alhamdulillah deh aku udah nggak sebangku lagi dengan cowok aneh itu”
Semakin hari aku semakin dekat
dengan Dina. Kami melakukan banyak hal bersama, ke kantin bareng, belajar bareng, pulang bareng, dan bercerita
tentang apa yang telah kami alami. Lain
dengan Dina, aku merasa ada yang aneh dengan Achmad.
Setiap hari, Achmad selalu mengajakku ngobrol bahkan bertanya hal yang tidak
penting, seperti menanyakan sudah makan atau belum, aku hanya menjawab singkat. Saat aku
sedang belajar, ada yang mengirim pesan ke nomor hpku. Aku membaca pesan itu
dan tidak tahu siapa pengirimnya. Beberapa menit setelah membalasnya, ada pesan
masuk lagi. Ternyata pengirim pesan itu adalah Achmad. Lalu aku tak membalasnya
lagi. Hampir setiap malam Achmad selalu mengirim pesan kepadaku. Di sekolah pun
Achmad selalu mendekatiku. Lama-kelamaan, muncul perasaan aneh di hatiku. Aku
tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Saat Achmad didekatku aku merasa gugup.
Empat bulan kemudian, Achmad
menyatakan perasaannya kepadaku. Aku menerimanya dan kami berpacaran. Saat aku
berpacaran dengan Achmad, sikap Dina menjadi sedikit aneh. Selama beberapa
bulan, hubunganku dengan Achmad baik-baik saja. Saat kenaikan kelas, Ayah dan
Ibu memarahiku karena nilai raportku turun drastis. Dua bulan setelah kenaikan
kelas, aku merasa ada yang aneh dengan Achmad. Dia menjadi sedikit lebih cuek
denganku, jarang ketemuan, jarang kirim pesan. Namun aku tidak mempedulikan hal
itu dan meyakinkan diri mungkin saja Achmad sedang ada masalah.
Saat aku menghadiri acara reuni SD di rumah
makan padang, secara tidak sengaja aku melihat Achmad dan Dina sedang makan
berdua di meja dekat jendela. Mereka terlihat begitu mesra. Aku berusaha tidak
berfikir negatif tentang mereka, mungkin saja aku salah lihat.
Keesokan harinya, aku langsung
bertanya kepada Dina. Dina tidak menjawab pertanyaanku, malah mengalihkan
pembicaraan. Aku berfikir mungkin yang kemarin kulihat bukan mereka berdua. Aku
bercerita kepada Dina tentang sikap Achmad yang berubah. Namun, Dina bingung
dan gugup saat aku bercerita. Aku sedikit curiga dengan sikap Dina. Saat
dirumah aku memikirkan perubahan sikap yang terjadi pada Dina dan Achmad. Tapi
aku tetap berusaha tidak berfikiran negatif tentang mereka berdua.
Saat aku pergi mengantar ibuku
belanja di pasar, aku melihat Achmad dan Dina berboncengan motor dari arah berlawanan.
Sepertinya mereka berdua tidak melihatku. Aku menahan diri untuk tidak emosi
melihat mereka berdua. Sampai dirumah aku masih terus memikirkan kejadian itu. Apa Achmad selingkuh dengan Dina? Tapi mana
mungkin sih mereka berdua selingkuh. Apalagi Dina kan teman baikku. Tidak
mungkin Dina mengkhianatiku. Mungkin aku harus bertanya lagi dengan mereka
berdua batinku. Aku mengambil hpku dan menelepon Achmad. Tuutt tuttt tuutt.. tidak ada jawaban.
Aku mencoba menelepon lagi. Tetap tidak ada jawaban. Aku membanting ponsel
diatas kasurku. Lalu aku mengirim pesan ke nomor
Dina. Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Tidak ada balasan juga. Kenapa mereka berdua susah dihubungi sih? batinku. Aku masih
menunggu balasan dari Achmad dan Dina sampai akhirnya aku tertidur. Aku bangun
dan melihat jam diatas meja.
Waktu menunjukkan pukul 5.00 segera kutarik selimutku.
Beberapa detik kemudian aku sadar dan langsung lari menuju kamar mandi. Sepuluh
menit kemudian aku selesai mandi
dan berwudhu. Kutunaikan shalat shubuh dengan segera. Setelah
selesai shalat, aku berganti pakaian
seragam. Dengan cepat
aku menuju ruang makan dan mengambil roti yang sudah diolesi selai coklat.
“Ayah, Ibu aku berangkat dulu ya” kataku sambil mencium tangan Ayah dan Ibu.
Aku menyalakan motor dan langsung melesat menuju sekolah. Semoga saja hari ini aku tidak telat. Aku sampai di sekolah tepat
saat Pak Satpam akan
menutup gerbang. Setelah memarkir motor, aku
berlari kecil menuju kelas. Huft.. untung
saja Bu Silvi belum datang kataku dalam hati. Aku melihat Dina disampingku
sibuk dengan hpnya. Sedangkan Achmad tidak ada dikelas. Kemana dia? Apa dia bolos sekolah? Dia juga belum membalas teleponku
kemarin. Kok sikapnya makin lama makin cuek ya? Memang aku salah apa sama dia?.
Aku bingung memikirkan Achmad. “Selamat pagi anak-anak. Siapkan buku kalian,
hari ini kita belajar tentang logaritma”. Suara Bu Silvi membuyarkan lamunanku.
Aku mengeluarkan buku matematika dan mendengarkan penjelasan Bu Silvi.
Bel tanda berakhirnya pelajaran
berbunyi. Aku menoleh ke arah Dina, “Din. Kamu hari ada acara nggak? Nanti sore
temani aku ke toko buku ya? Aku mau beli novel”. Dina yang masih sibuk
memasukkan buku kedalam tasnya tidak langsung menjawab. “Maaf Ra aku nggak
bisa. Sore nanti aku ada janji sama mamaku”
“Oh
gitu ya. Jadi kamu nggak bisa nih?” tanyaku masih berharap.
“Maaf
ya Ra aku nggak bisa. Yaudah Ra aku duluan ya”.
“Hati-hati
Din”
“Iya
kamu hati-hati juga Ra”. Aku hanya menghela nafas. Lalu kuambil hp dan
menelepon Achmad. “Ya halo Ra? Ada apa?” akhirnya Achmad menjawab teleponku.
“Kamu
kemana aja sih dari kemarin nggak bisa dihubungi? Kamu menghindar sama aku ya?”
kataku tanpa basi-basi.
“Eh
itu..
maaf Ra..
kemarin hpku baterainya habis dan aku lupa mengisinya”
“Kenapa
kamu hari ini nggak masuk sekolah? Kamu bolos ya?”
“Iya
Ra maaf aku terpaksa bolos sekolah. Temanku Reno memaksaku tadi”
“Sejak
kapan sih kamu jadi suka bolos kayak gini?”
“Maaf Ra. Reno memanggilku, aku harus kesana. Udah dulu ya Ra”. Aku langsung
mematikan teleponku. Lalu aku pulang dan langsung menuju ke toko buku. Setelah
membayar novel yang aku beli, aku tidak langsung pulang. Aku pergi membeli
makanan di warung pinggir jalan. Saat aku membayar makanan, aku melihat Achmad
dan Dina berboncengan melintasi jalan di depan
warung ini. Mereka tidak melihatku karena tertutup oleh beberapa orang di depanku. Dengan cepat aku mengikuti
mereka berdua. Aku berhenti dibawah pohon pinggir jalan dan melihat ke arah Achmad dan Dina yang berhenti di
taman kota. Mereka berdua berjalan bergandengan. Aku sudah tidak kuat melihat
mereka berdua. Aku menghampiri mereka berdua yang duduk di salah satu kursi
taman.”Achmad! Dina!” Achmad dan Dina terkejut melihatku yang sudah berdiri
didepan mereka.
“Zahra?
Kamu ngapain disini? Kamu nggak pulang?” kata Achmad dengan gugup. Sedangkan
kulihat Dina menunduk diam saja.
“Harusnya
aku yang tanya kamu? Ngapain kamu berduaan sama Dina? Kamu tadi bilang kalau
kamu lagi sama temanmu Reno tapi ternyata kamu sama Dina! Kamu bohong sama aku!
Kamu selingkuh sama Dina” kataku sambil menahan air mata.
“Bukan
begitu Ra. Kamu salah paham. Aku bisa jelasin semuanya.” Kata Achmad gugup.
“Udahlah
aku nggak mau dengerin kamu lagi Mad dan kamu Din aku nggak nyangka kamu bakal
nusuk aku kayak gini. Kukira kamu teman yang baik. Tapi ternyata kamu teman
yang busuk!”
“Aku
nggak bermaksud buat nusuk kamu kayak gini Ra. Dengerin aku dulu” Dina masih
gugup.
“Nggak
ada yang perlu dijelasin lagi. Semua udah jelas. Achmad kita putus!” aku
berlari meninggalkan mereka sambil mengusap air mataku yang mulai menetes.
“Ra..
Zahra dengerin aku dulu” teriakan Achmad tidak kuhiraukan.
Aku langsung pulang kerumah. Sampai
dirumah aku berlari ke kamar dan mengunci pintu. Aku menangis diam agar
orangtuaku tidak mendengarnya. Kuhapus semua pesan dan riwayat telepon dari Achmad. Kubuang semua fotoku dengan Achmad. Pagi
harinya aku terbangun dalam keadaan pusing. Aku melihat kearah cermin. Mataku
bengkak karena menangis semalaman. Rambutku acak-acakan. Bahkan aku masih
memakai baju seragam sekolah kemarin. Beruntung hari ini libur sekolah jadi aku
bisa menenangkan diri. Kulihat hpku penuh dengan pesan dari Dina dan Achmad.
Aku hanya melihat tanpa berniat membalasnya.
Senin pagi aku mengawali hariku
dengan senyum yang terpaksa. Sebenarnya aku malas pergi ke sekolah apalagi jika
harus bertemu dengan Achmad dan Dina. Dengan berat hati aku melangkah masuk
kedalam kelas. Kulihat Dina sudah duduk dibangkunya. Aku berniat untuk bertukar
tempat duduk namun Dina menghampiriku duluan. “Ra. Kamu masih marah sama aku?”
aku hanya diam dan duduk dibangku.
“Zahra..
aku minta maaf” aku masih diam saja tidak menghiraukan omongannya. Sedangkan
Achmad, aku tidak melihat dia hari ini. Mungkin dia bolos sekolah lagi. Sampai
jam istirahat pun aku masih diam saja dan tidak mendengarkan permintaan maaf
yang entah sudah berapa kali keluar dari mulut Dina. “Zahra, tunggu aku. Aku
akan jelasin semuanya sekarang” Dina menarik tanganku dan membawaku ke kolam
apung. Sampai di kolam
apung aku masih diam. “Ra. Dengerin aku. Aku bakal jelasin semuanya. Maafin aku
Ra. Aku salah. Aku.. aku.. menyukai Achmad. Saat pertama kali aku bertemu
dengannya dikelas dulu. Aku tidak tahu kenapa aku bisa suka sama Achmad.
Lama-kelamaan perasaanku ini semakin besar dan itu terjadi bersamaan dengan
kamu pacaran dengan Achmad. Aku sakit hati dan sikapku jadi sedikit lebih cuek
ke kamu. Aku bingung harus bagaimana lagi Ra. Akhirnya aku menyatakan
perasaanku ke Achmad dan ternyata Achmad juga menyatakan perasaannya kepadaku.
Lalu kami pacaran tanpa sepengetahuan kamu Ra. Maafin aku Ra”
“Kamu
suka sama Achmad? Tapi kenapa kamu nggak cerita ke aku Din?” aku terkejut
mendengar penjelasan Dina.
“Maafin
aku Ra. Saat aku ingin cerita ternyata kamu sudah terlebih dulu cerita kepadaku
tentang Achmad. Waktu itu aku sangat bingung Ra. Maafin keegoisanku. Aku
menyesal telah menyakitimu Ra” kata Dina sambil meneteskan air mata.
“Maafin
aku juga Din. Aku nggak tau kalau kamu suka sama Achmad. Kalau kamu cerita dari
dulu, aku pasti nggak akan pacaran sama Achmad” aku berkata sambil menahan air
mata.
“Nggak
Ra. Aku yang salah. Aku udah mengkhianati kamu. Aku udah merusak pertemanan
kita. Tapi jujur Ra aku pengen kita kayak dulu lagi. Aku kangen kita pulang
bareng, makan bareng, belajar bareng, aku pengen kita temenan lagi kayak dulu “
“Aku
udah maafin kamu Din sebelum kamu minta maaf sama aku. Aku juga kangen kita
yang dulu yang ngelakuin banyak hal bareng-bareng. Aku juga pengen kita temenan
lagi kayak dulu”
“Jadi
kita temenan lagi ya Ra?” katanya sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
“Kita
temenan lagi” aku mengacungkan jari kelingkingku dan menautkannya dengan jari
kelingking Dina. Lalu Dina memelukku lama. Seakan-akan kami terpisah lama dan
baru saja dipertemukan. “Terima kasih Ra. Kamu teman terbaikku. Aku janji nggak
akan ngerusak pertemanan kita lagi” katanya sambil melepas pelukan.
“Iya
sama-sama Din. Kamu juga teman terbaikku kok. Yuk kita ke kelas. Bentar lagi
bel masuk bunyi”. Aku dan Dina berjalan pelan menuju kelas. Sambil berjalan
Dina bercerita bahwa dia dan Achmad sudah putus sejak kejadian waktu itu di
taman kota. Ternyata Achmad itu cowok playboy. Dina juga bercerita bahwa Achmad
mempunyai pacar lain selain aku dan Dina. Aku terkejut. Aku bersyukur Tuhan
menunjukkan kepadaku juga Dina kelakuan Achmad yang sebenarnya. Keesokan
harinya saat aku melangkah masuk kedalam kelas, kulihat Achmad sudah duduk
manis dikursinya. Aku melengos berjalan menuju kursiku. “Zahra..” Achmad
memanggilku. Aku hanya diam saja.
“Zahra..
aku minta maaf”
“Ya”
aku menjawab dengan sangat singkat, padat dan jelas. Tak lama kemudian Dina
datang.
Hari-hari aku lalui seperti sedia
kala. Melakukan banyak hal bersama Dina. Aku bersyukur karena pertemanan kami
tidak jadi rusak. Achmad pun sepertinya belum berubah sifatnya dan aku tidak
peduli. Saat ini sedang berlangsung pelajaran Bahasa Indonesia. “Baiklah
anak-anak. Saya ada penawaran untuk kalian. Siapa yang ingin ikut Lomba Debat
Bahasa Indonesia Tingkat Provinsi?” kata Bu Risa, salah satu Guru Bahasa
Indonesia di SMK Negeri 10.
“Hm..
ikut lomba ini ya?? Boleh deh” aku dan Dina mengangkat tangan.
“Apa
kalian ingin mengikuti lomba ini?”
“Ya
BU. Kami ingin mengikuti lomba ini” kataku dengan tegas.
“Baiklah.
Jam istirahat pertama nanti kalian temui saya diruang guru.”
“Baik
bu” Dina menjawab.
“Baiklah
anak-anak. Tugas kalian kerjakan soal di buku paket halaman 36. Kumpulkan besok
Rabu. Selamat pagi” kata Bu Risa lalu pergi meninggalkan kelas.
Hari-hari selanjutnya, aku dan Dina
sibuk mempelajari materi yang akan diperdebatkan nanti saat lomba. Tidak hanya
aku dan Dina saja, Ayu dan Farah juga mempelajari materi debat. Kami satu tim
mewakili SMK Negeri 10 maju dalam Lomba Debat Bahasa Indonesia Tingkat
Provinsi. Tanggal 20 Desember 2014 adalah hari dimana Lomba Debat Bahasa
Indonesia dilaksanakan. Aku dan teman satu timku berusaha semaksimal mungkin
mengeluarkan argument-argumen yang kuat. Saat pengumuman pemenang, aku dan
timku berdoa supaya kami bisa menang dan mewakili Jawa Timur maju ke tingkat
nasional. Akhirnya usaha kami membuahkan hasil. Kami mendapat juara satu dan
menjadi wakil Provinsi Jawa Timur di tingkat nasional.
Kami berempat semakin sibuk
menyiapkan lomba. Disela-sela kegiatan magang kami menyempatkan diri ke sekolah
untuk mempelajari materi lomba. Awal Februari, Lomba Debat Bahasa Indonesia
Tingkat Nasional dilaksanakan. Aku dan Dina diijinkan tidak masuk magang.
Begitu juga dengan Ayu dan Farah yang diijinkan tidak masuk sekolah. kami
sangat gugup saat lomba sedang berlangsung. Karena ini pertama kalinya kami
berhadapan dengan banyak orang yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia.
Kami berusaha tidak gugup dan terus mengeluarkan argument-argumen yang kuat dan
baik. Selama empat hari kami berada di Kota Makassar tempat dilaksanakannya
lomba tersebut. Saat pengumuman, kami semakin giat memanjatkan doa kepada Tuhan
agar kami menang. Ternyata Tuhan belum sepenuhnya mengabulkan doa kami. Kami
berada diurutan keempat dari 34 peserta lomba. Meskipun tidak mendapat juara satu
atau masuk dalam tiga besar, kami tetap bersyukur karena tidak mudah bersaing
dengan peserta-peserta lain yang tidak kalah cerdas. Setelah kembali ke
Surabaya, aku tidak langsung kembali masuk magang melainkan istirahat selama
dua hari dirumah. Begitu juga dengan Dina, Ayu dan Farah. Hari senin aku dan
Dina mulai masuk magang. Ayu dan Farah kembali masuk sekolah. Sekarang aku dan
Dina semakin rajin belajar dan ingin mendapat prestasi-prestasi lainnya di
sekolah. Kami juga memutuskan untuk sementara menjauhi satu hal yang menurut
kami dapat menghambat prestasi yaitu pacaran.
Saat aku dan Dina naik kelas XII,
kami juga semakin rajin belajar untuk mempersiapkan ujian-ujian yang akan kami
hadapi nanti. Saat pengumuman kelulusan, aku tidak menyangka jika aku mendapat
peringkat kedua disekolah sedangkan Dina mendapat peringkat ketiga. Aku dan
Dina sangat senang dengan apa yang telah kami raih. Begitu juga orang tua dan
guru kami yang tidak henti-hentinya membanggakan Aku dan Dina. Kini kami
melanjutkan pendidikan kami ke jenjang perkuliahan. Aku mengambil jurusan
desain sedangkan Dina mengambil jurusan perfilman. Kami kuliah di kampus yang
sama.
TAMAT
0 Response to "Prestasi Membahagiakan"
Post a Comment
Harap Komentar Dengan Sopan dan Tidak Mengandung SARA atau SPAM
Untuk pasang Iklan contact stefanikristina@gmail.com