Mana Yang Lebih Beruntung? Aku atau Kamu?
Mana
Yang Lebih Beruntung? Aku atau Kamu?
sumber GOOGLE |
Suatu
hari aku pergi ke Jakarta bersama ibuku untuk suatu acara. Memang sih kami
hanya dua hari satu malam di Jakarta, acaranya pun tidak lama hanya beberapa
jam saja. Tapi merogoh kocek yang lumayan untuk transport dan lain sebagainya,
tapi kami menikmati, kami senang dan semua tak jadi soal.
Usai
acara itu kami tidak tahu lagi mau pergi kemana, lalu kemudian ibuku tiba-tiba
saja bilang..
“
Stella kita pergi ke rumah teman mama yuk? “
Jujur
aku enggan sih, tapi setelah ku piker-pikir lebih baik aku jawab iya saja toh
tidak ada yang bisa kami lakukan di kamar ini. Siapa tahu aku jadi punya hal
baru yang bisa di share di instagram kan?
“
Bolehh ma, ayukk! “ jawabku antusias
“
Yauda kamu buruan mandi dulu sana, trus ganti baju. Nanti kita kesana naik
kereta aja”
“
lho kok naik kereta? Kenapa nggak naik ojek online aja? “ pikiranku melayang
membayangkan diriku yang naik kereta berdesak desakan, aihh rasanya mending aku
nggak usah pergi deh lagian ibu ku nih demen amat sih naik kereta di Jakarta(?)
“
Yauda nanti mama tanya temen mama dulu kalau ke sana dari sini enaknya naik apa,
sudah kamu mandi sana “
“
hmmm yalayala “ aku ambil handukku kemudian aku pergi ke kamar mandi. Usai
mandi mama langsung bertanya tentang dimana kami berada sekarang, lalu mengetik
hape lagi, tanya lagi ngetik lagi, tanya lagi ngetik lagi. Aku pikir dari pada
kami harus naik turun kereta dan kami pendatang lebih baik naik ojek online
saja. Tinggal pesan duduk dan kami diantar kan sampai tujuan tanpa perlu oper
kereta turun dari satu stasiun ke stasiun lain atau oper mini bus.(dasar anak
malas yak)
Akhirnya
pun mama setuju untuk naik ojek online. Kami pun diantarkan dan sampai tujuan
dengan selamat. Meski begitu belum berarti kami sampai di tempat tujuan kami
yaitu rumahnya teman ibuku. Jelas ini hanya kantornya saja, aku pun tidak tahu
dimana rumahnya. Ibuku bilang temannya menyuruh kami untuk menunggu di depan
kantor saja nanti ada yang menjemput. Aku pun bingung sebenarnya bagaimana teman
ibuku itu nanti akan menjemput kami? Kan kami berdua?
Beberapa
menit kemudian teman ibuku datang dengan anaknya, masing-masing membawa motor
satu. Ibuku dengan temannya dan aku dibonceng dengan anak ibu itu. Agak
canggung sih sebenarnya, melihat para ibu-ibu sudah mulai banyak bicara dan
bertukar cerita, eh kami hanya diam saja. Aku sendiri juga bingung bagaimana
berkomunikasi dengan anak Jakarta disini, apalagi asing. Uhh rasanya aku
berharap waktu segera berlalu saja.
Untuk
memecahkan keheningan aku mulai untuk mengajak ngobrol.
“
mbak masih sekolah? “ tanyaku untuk memulai pembicaraan, melihat penampilannya
aku menilai dia masih muda atau mungkin sepantaran denganku, aku sendiri nggak
berani untuk bertanya usia atau langsung tandas, ‘ kamu kuliah? ‘ bagaimana pun
aku berusaha untuk mengerti perasaan orang lain dan berusaha menempatkan diriku
di posisinya. Aku sendiri toh tidak senang kalau misalnya ada yang bertanya
langsung ke hal-hal pribadi.
“
nggak nih baru lulus tahun ini. tapi aku sudah kerja “ Jawabnya, disini aku
masih belum mengetahui namanya sih
“
Ohh gitu, sama donk aku juga sudah lulus “
“
Mbak kuliah? Atau kerja juga? “
“
Aku… kuliah “ ragu-ragu aku menjawabnya.
“
Wah enak donk alifah juga pingin kuliah tapi masih belum ada biayanya jadi
kerja dulu sambil ngumpulin uang buat biaya kuliah “
Aku
nggak menjawab lagi karena motor sudah mulai berbelok belok masuk dan melewati
gang gang kecil, semakin kecil eh malah semakin padat rumahnya dan banyak orang
yang melihat ke arah kami. Alifah pun mulai menyapa mereka satu persatu.
“
hei mpokk “
“ hei pahh “
“
mpok tar ke rumah yee ade tamu dari jawa
nih “
“
siap pahh teh pucuk jangan lupa ye.. “
Dan
Alifah masih menyapa satu persatu orang yang mereka temui. Aku jadi salah
tingkah sendiri nggak tahu harus bicara apa atau menyapa bagaimana jadi hanya
bisa tersenyum dan mengangguk saja. Hmm sekilas aku jadi berasa seperti suasana
di ftv ftv yang sering aku lihat. Logat Alifah juga ke Jakartaan banget, beda
dengan sepupu sepupu atau saudara yang aku temui di Jakarta. Logat Alifah ini
benar-benar seperti film atau ftv yang di tayangkan di tv.
Setelah
melalui beberapa gang gang kecil akhirnya kami hamper tiba di tujuan dengan
masuk di sebuah gang yang lebih kecil. Ibu ibu kami sudah mendahului karena
kami tadi sempat berhenti untuk menyapa beberapa orang, lebih tepatnya sih
Alifah yang menyapa aku hanya tersenyum. Aku pun turun saat Alifah hendak untuk
memarkir motornya. Bagaimanapun aku sendiri juga memiliki perasaan. Tubuh
Alifah jauh lebih kurus dari pada aku, tapi ia malah yang membonceng. Aku saja
kalau di minta untuk naik motor itu uhh mana mungkin kuat. Mungkin kuat atau
mungkin engga. Ah tahu lah.
Ada
bapak-bapak yang menghampiri kami, wajahnya mirip dengan Alifah. Aku lihat
ibuku sudah di dalam dengan ibu Alifah, aku pun menilai kalau ini bapak Alifah
dan benar saja ibu Alifah memanggil bapak itu dan memintaku untuk masuk. Aku
pun memberi salam pada bapak Alifah dan juga ibu Alifah yang tadi belum sempat
ku beri salam.
Betapa
kaget luar biasa sebenarnya aku, begitu masuk dalam ruangan yang mungkin hanya
2 x 3 atau 2 x 2 ? Sempit banget sampai
harus berdempet atau duduk di depan pintu agar semua dapat masuk dan duduk
disana. Di dalam ruangan itu ada aku, ibuku, ibu alifah, bapak alifah, adiknya,
dan juga alifah. Jadi bisa dibayangkan bagaiman kami duduk dengan porsi badan
ibu ibu yang jelas nggak sekecil Alifah, aku pun juga nggak kecil sih hehe.
Aku
memperhatikan semuanya, dalam ruangan itu ada almari, ada kotak kotak, ada televisi.
Memang semua tidak diatur sedemikian rupa dan tidak rapi. Untuk kerapian aku
tidak mempermasalahkannya karena rumahku sendiri pun nggak rapi. Tapi jujur aku
heran bagaimana mereka bisa hidup di ruangan yang cocok untuk kosan satu orang
ini? Ruangan itu hanya ada dua, menurutku mereka tidur di belakang dan depan
untuk menonton tv atau entah bagaimana mereka mengaturnya yang pasti hanya ada
dua ruangan sempit dan untuk 4 orang tinggal.
Ketika
aku sibuk dengan pikiran juga bayangan ku yang menyeramkan. Aku malah merasakan
hal yang aneh. Keluarga ini hangat. Ayah Alifah terlihat begitu tegas dan
tanggung jawab. Ibunya pun terlihat sederhana dan yah biasa saja tapi juga bisa
bersolek lain dengan ibuku. Adiknya juga meski kelihatan nakal tapi terlihat
jelas ia saying dengan kakaknya dan juga penurut. Aihh cinca? Aku jadi
membayangkan diriku dan keluargaku sendiri.
Ayah
Alifah memanggilku dan aku tersadar dari lamunanku
“
Ohh berarti lebih tua anak sampeyan jeng. Alifah ini baru lulus kok “ kata ibu
Alifah. Ahh rupanya mereka sedang membahas tentang kami.
“
Wah berarti aku panggil kak Stella nih ^^ “ kata Alifah sambil tersenyum
“
Hehe, boleh panggil kak “
Sebenarnya
aku lebih suka diam dan mendengarkan, rupanya Alifah memang orang yang senang
bercerita dan ia mulai menceritakan beberapa kisah dan perjalanan hidupnya
termasuk prestasi prestasi yang ia raih selama ia hidup. Ia pun menunjukkan
pada ku beberapa trik sulap yang menarik. Bahkan aku sampe capek dan ngantuk ia
masih saja bersemangat untuk terus bercerita. Mau nggak mau dengan tulus aku
memuji keahliannya. Aku akui aku tidak bisa melakukan seperti apa yang ia
lakukan, jadi tak ada salahnya toh memuji? Lagian dia memang hebat.
Kayaknya
lama betul aku berada di rumah Alifah, padahal rumahnya kecil tapi kok kami
nyaman bercerita dan bercanda ya? Semakin aku kenal Alifah aku semakin nggak
asing rasanya aku melihat dia mirip seperti seorang artis, tapi siapa? Semakin
aku ingat semakin aku nggak tahu dan aku pun bertanya pada alifah.
“
Fah,, tak rasa kok kayae kamu mirip artis yak tapi siapa? “
“
Ahh kak Stella bisa aja. Banyak yang bilang Alifah mirip Arafah yang suka stand
up komedi itu kak “
“
Ahh yahh bener Arafah yang pernah diundang di youtubenya Raditya Dika itu kan? “
“
Iya bener kak. Emang mirip ya kak? “
“
Aihh fahh mirip banget!! Mulai suaranya sampai muka juga.. Yah 11 12 lah fahh
tapi sungguh mirip. Emang suara aslimu gini? “
“
Lha ga suara asli bagemane kak? Kan Afarah dari tadi ngomong juga begini. Pakk
bapakk kata kak Stella suara Alifah kayak kak Arafah pak hehehe “ rupanya
Alifah seneng juga nih dimiripin sama Arafah, tapi emang mirip kok bedanya si
Arafah aga gemukan aja. Andai Alifah aga gemukan pasti juga mirip. Bapak Alifah
pun datang sambil tersenyum.
“
Si Alifah ini kalau di mall banyak yang bilang mirip Arafah sampai ada yang
ngajak foto sama dia “
Hehe
aku tersenyum geli geli gimana gitu membayangkan Alifah mengikuti ajang
pencarian bakat yang mirip dengan artis terus dia dating gitu, wahh nggak di
ragukan pasti Arafah disana juga senang ada orang yang mirip dengan dia. Konon
kata orang juga kan kita di ciptakan dengan memiliki beberapa kembaran. Ada
berapa yak? Tujuh?
Hmm
nggak kerasa waktu berlalu begitu cepat. Aku sempat diajak keliling untuk
mencari cemilan atau makan bakso dengan Alifah. Aku juga di kenalkan dengan
anak-anak teman ibuku yang lainnya. Tapi tetap paling ramah adalah Alifah.. Ah
Alifah kok bisa sih dia ramah gitu? Aku jadi envy dia punya kerjaan, dia bisa pergi kemana saja, dia juga
memiliki keluarga yang baik dan taat beragama sesuai dengan keyakinannya. Aku
jadi terbersit ingin seperti dirinya. Andaikan andaikan andaikan pun muncul
dalam pikiranku dan membuatku merenung selama perjalan kembali ke hotel.
Sesaat
sebelum mobil menjauh aku sempat menoleh kebelakang melihat Alifah dan ibunya
berbalik mengarahkan motor mereka untuk kembali ke rumah. Yahh mereka melepas
kepergianku di tempat yang sama dimana aku bertemu mereka, dan kami hanya
berkunjung sekali dan entah kapan lagi kami akan berkunjung. Tapi jaman sudah
canggih. Kami saling bertukar kabar melalui HP, kami bertukar nomor telpon dan
juga ID social media kami. Ahh rupanya semudah ini menjalin hubungan dengan
seseorang. Sayangnya pikiran pikiran tadi masih terlintas dalam benakku.
Manakah yang lebih beruntung, aku atau kamu Alifah?
Akhirnya
pikiranku menuju pada satu kesimpulan yang pasti… Tuhan menyiptakan kita sesuai
dengan kehendaknya. Tuhan memberikan kita sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Mungkin
kalau aku di balik berada di posisi Alifah aku nggak bakalan betah. Aku pecinta
babi mungkin ga bakalan bisa tahan lihat orang makan sate babi ga ikut makan juga. Aku yang ga
tahan di tempat yang sempit pasti nggak bisa tinggal seperti Alifah meski
tinggal di kosan juga bisa sih tapi kan hanya sendiri bukan berbanyak orang.
Dan aku yang pendiam juga nggak mungkin bisa seramah Alifah. Dari sini aku
belajar untuk lebih banyak bersyukur. Bagaimanapun Tuhan itu maha adil dan juga
penyayang. Aku juga percaya Ia tak akan meninggalkanku sendirian, meski aku
seringakali pergi meninggalkanNya, Ia tak pernah sekalipun meninggalkanku. Dan
aku pun tersenyum dengan kesimpulan perenunganku ini ^^ Ahh Tuhan selalu bisa
saja mempertemukan dengan orang orang yang luar biasa sehingga membuatku
semakin bersyukur dan bersyukur.
Mey, Surabaya- Teringat dengan temanku di Jakarta. Alifah. Mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi dan berfoto bersama ^^ Terima kasih untuk liburan singkat dan cerita yang menarik selama aku di Jakarta. <3
0 Response to "Mana Yang Lebih Beruntung? Aku atau Kamu?"
Post a Comment
Harap Komentar Dengan Sopan dan Tidak Mengandung SARA atau SPAM
Untuk pasang Iklan contact stefanikristina@gmail.com