Si mbah
Tertunuk-tunuk si mbah jalan dan datang mendekat, entah apa yang di ucapkan si mbah ini.. Mungkin si mbah mau bilang " nakk mau beli telur? " dengan bahasanya sendiri, suaranya begitu lirih hingga terkalahkan dengan suara deru kendaraan yang ada di dekat ku. Aku masih duduk dengan posisi laptop menghadap kearahku, dengan buku tebal di meja ku dan sebuah pena. Tiba-tiba satpam pun datang dan percakapan singkat dimulai..
foto diambil dari google |
" napa mbah ? " tanya bapak satpam
simbah mengucapkan suatu kata yang tidak dapat kudengar dan menunjukkan barang jualannya, berupa telur. si bapak satpam pun menjawab..
" lha napa mbah? niki cah sekolah lho mboten tumbas niku " ( lha kenapa mbah? ini anak-anak seklah lho, nggak beli barang seperti itu ) dan si mbah pun menjawab
" nggehh, pun pak. monggo " ( iya sudah ya pak, marii ) kurang lebih seperti itu yang aku dengar.
Brrr.. tiba-tiba aku seperti habis di siram air es yang dingin saja. Pikiran ku seketika kembali melayang ke si mbah yang menghampiri ku ketika aku duduk sendirian di depan keraton solo menunggu teman-teman datang.
Masih aku ingat ketika itu si mbah pertama yang tinggal di sukoharjo duduk disebelah ku dan menyapa serta menanyakan dari mana asalku lalu sedang menunggu apa diriku. Aku tahu dan aku bisa melihat si mbah ini sedang beristirahat seusai berjualan dan ia membawa barang dagangannya pada suatu tempat yang ia pikul.
Kemudian tidak lama si mbah ini pamit untuk beristirahat sebentar dan datanglah si mabh kedua yang mendekatiku. Bedanya dengan si mbah pertama, beliau tidak menawarkan aku barang dagangannya justru malah mempersilahkan aku untuk menunggu, intinya aku merasa adem. Tapi sebaliknya si mbah yang baru saja menghampiriku ini justru terus memaksa ku untuk membeli barang dagangannya dengan harga yang cukup tinggi meski aku sudah menolak dengan halus.
Setelah ku beli barang dagangannya, si mbah kedua pun pergi. Mungkin karena melihat sekilas atau si mbah kedua bercerita pada si mbah pertama, akhirnya si mbah pertama pun kembali mendekati aku tapi tidak memaksa. Beliau hanya bercerita.
' nduk mbah jualan ini ... mbah ketiduran tadi hehe ' masih bisa saja si mbah baru bangun dari istirahatnya mengajak aku tertawa kecil.
Aku pun melihat karena tertarik dan penasaran.
Rupanya si mbah menjual pernak-pernik seperti gelang dan aksesoris. Harganya tidak mahal, harga standar dan aku membelinya dengan senang hati.
Ahhh aku jadi kangen si mbah. Karena dari beliau aku jadi tahu dan juga merindukan kakek nenek ku. Si mbah bercerita ia berjualan agar bisa memenuhi kebutuhan, selain itu si mbah juga masih bekerja tambahan di sebuah rumah yang sekarang ia tinggali. Ia bekerja bersih-bersih demi mendapatkan penghasilan tambahan dan tempat tinggal yang nyaman. Sedih dan rinduku menjadi satu mendengar kisahnya. Aku jadi rindu kakek dan nenek ku yang telah meninggal. Apakah mereka juga akan sama seperti si mbah ini bila Tuhan mengizinkan mereka masih tinggal di dunia? :)
Aku juga jadi miris sekali katika aku merasa malas-malas. Padahal diluar sana banyak orang begitu sulit untuk mendapatka sesuatu aku justru malah bermalas-malasan. Tuhan masih baik padaku dan pada kalian yang membaca tulisan ku sekarang ini, karena ketika kalian membaca berarti Tuhan masih mengizinkan kalian untuk merasakan sesuatu yang orang lain belum tentu bisa rasakan.
Mari kita hargai dan tetap selalu bersyukur..~~
Mey-PO
0 Response to "Si mbah"
Post a Comment
Harap Komentar Dengan Sopan dan Tidak Mengandung SARA atau SPAM
Untuk pasang Iklan contact stefanikristina@gmail.com