Pertanyaan Di Bawah Payung Hujan
Suasana
kota pahlawan tetaplah ramai dengan semua deru mesin kendaran baik beroda dua
maupun beroda empat hingga kendaraan lain yang memakai mesin seperti becak dan
sepeda pancal. Ada juga kini kendaraan beroda 4 lainnya yaitu bentor ( becak
motor ).
Waktu
itu aku tengah penat dengan seluruh pekerjaan yang membebani punggung ini.
Pikiranku telah penuh dengan berbagai tugas kantor yang kian hari kian menambah
bukan berkurang. Namun tak satupun yang dapat ku kerjakan dirumah, karena saat
dirumah fisik ku telah menggiring ku ke tempat tidur. Entah mengapa kasur begitu
mempesona dimataku melebihi laki-laki manapun.
Hari
ini adalah pengecualian. Aku tak langsung pulang untuk bersitirahat. Aku yang
jarang makan malam entah mengapa kini justru ingin sebentar untuk berjalan-jalan.
Ada saja yang ingin aku lakukan.
Mataku
tertuju pada sebuah bangunan mall lama yang kian tahun kian semarak warna dan
warni yang menghiasi mall itu. Ku coba tuk mengingat-ingat, berapa lama kiranya
terakhir kali ku manapakkan kaki ku disini? Aku berfikir kembali. Hmm..
Sepertinya sudah satu tahun yang lalu. Mall ini kian semarak dengan setiap
warnanya, dan rupanya pengunjungnya pun tak berkurang jumlahnya.
Ku
masukkan kaki ku ke dalam mall yang ukurannya tidak terlalu besar, namun juga
tidak juga terlalu keci, sedang. Ku sapukan pandanganku pada sekitar area mall.
Rasanya warna gold lebih mendominasi mungkin tim dekor dari mall ini
menginginkan suasana glamour kali yah? Batin ku sih, karna pada siapa mungkin
aku tanyakan hal tersebut? Pak Satpam? Apa tidak mungkin kemudian aku di
tertawai?
Aku
berjalan terus menyusuri setiap toko yang ada di dalam mall tersebut. Ku
pandangi mulai toko makanan, roti, jam tangan, baju, mainan anak-anak, hingga
sale buku dan lain sebagainya. Semua serba kekinian. Hmmm.. aku jadi heran
dengan diri sendiri, apa gerangan yang membuatku melangkahkan kaki kemari?
Bukankah aku adalah tipe orang yang anti dengan mall? Sudahkah aku berubah?
Tidak,
tidak berubah. Baru 15 menit aku disana kemudian rasa ingin keluar dari mall
tersebut mulai menghantuiku. Baru juga aku sampai menyusuri di lantai 3, kaki
ku sudah mengajak ku untuk kembali turun dan keluar dari mall. Akhirnya
kuturuti permintaannya dan kemudian nafasku kembali lega ketika ku lihat
kembali jalanan, jalan raya yang begitu padat meski tak sepadat kota
metropolitan.
Namun
sayang, meski baru 15 menit, cuaca begitu cepat sekali berubah. Bagaikan sudah
dari 1 jam yang lalu. Hujan mengguyur tanah dan setiap bangunan yang ada di
bawahnya, suara petir mengumandang di langit, kendaraan kini mulai banyak yang
menepi. Banyak orang yang berebut tempat berteduh sambil saling berpandangan
sinis. Sebagian orang memutuskan untuk masuk ke dalam mall, namun bagi mereka
yang membawa kendaraan, terpaksa berebut tempat berteduh dengan orang lain
sembari menjaga kendaraan mereka. Bersyukurlah bagi mereka yang kala itu
membawa kendaraan beroda empat ( re: mobil bukan bentor ) karena mereka tak
akan lagi kehujanan hanya cukup dengan menembus kemacetan sementara di jalan
raya. Sedangkan aku? Aku berdiri terpaku di halaman mall sambil ku pandangi
setiap mereka yang tengah melakukan aktivitas di tengah lebatnya hujan.
Tak
ku sangka ternyata disampingku juga ada seorang wanita bersama anaknya, mungkin
mereka sedang berteduh. Aku tak terlalu memperdulikan mereka pada awalnya,
karena aku memang bukan tipe orang yang ingin ikut campur.
“
Mama, mama “ Kata sang anak sambil menarik-narik baju sang ibunya
“
Iya apa sayang,, “ ‘duh manisnya jawab sang ibunya, apakah aku pernah begitu? Apakah
aku nantinya akan seperti itu juga bila kelak memiliki anak?’ batin ku dalam
hati.
“
ma, mama.. lihat deh itu anak-anak se Kezia kok pada bawa paying yah trus kok
payungnya di pinjemin ke orang kek gitu, itu kan payungnya dia? Ngapain juga di
bolak-balik hujan-hujan ma? “
“
Kezia sayang, itu mereka lagi jadi tukang ojek payung. “
“
apa itu ma kok ojek payung? Apa maksud mama sama seperti bapak gojek? “
“
Ya, mereka sama seperti bapak Gojek, bedanya mereka tidak pakai motor, tapi
mereka menawarkan jasa meminjamkan payung. “
“
Tapi ma, jadi mereka di kasih uang dong? “
“
Iya benar, sudah pasti mereka nanti dapat uang sayang. Hanya uangnya nggak
seberapa, biasa hanya 1000 atau 2000 saja sekali pinjam. Akan tetapi bagi
mereka sekecil apapun itu jumlah uangnya, mereka tetap terima “
“
Wah ma, kalau mereka sakit gimana dong? Kan obat mahal ma, kalau Cuma dapat
segitu aja apa cukup buat beli obat? “
“
Kezia, kalau mereka sampai sakit tentu mereka akan merugi. Namun jalan hidup
mana kita tahu. Untuk itu Kezia harus rajin berdoa dan beribadah, Kezia harus
bersyukur dan ga boleh suka ngambek-ngambek lagi kalau permintaaanya ga
ditururi. Kezia kan sering tuh minta bon-bon trus ga dituruti Kezia ngambek
padahak kalau kebanyakan kan bikin sakit gigi. Hayoo bener nggak? “ Sang anak
mengangguk, “ Nah, Kezia kan tahu bagaimana susahnya anak-anak itu cari uang,
belum tentu orang tua Kezia sama dengan mereka, belum tentu pula mereka
memiliki keluarga yang sama dengan Kezia. Tuhan ini menciptakan kita dengan
berbagai hal. Kalau Tuhan berikan mereka cobaan seperti itu tandanya Tuhan tahu
bahwa mereka mampu. Nah kalau Kezia apakah mereka akan sakit atau tidak semua
itu adalah jawaban Tuhan karena Tuhanlah yang memberi maka Tuhan juga yang
nantinya akan mengambil kita. “
“
Tapi ma,, “
“
Ah Kezia, sudahlah tuh hujannya sudah reda, yuk kita ke parkiran. Nanti kita
bahas lagi “ Kata sang ibu yang memotong ucapan anaknya. Dan mereka pun berlalu
pergi, namun aku masih tetap mematung di tempatku berdiri dari semula.
Hmm..
rupanya jadi seorang ibu tak semudah yang aku bayangkan. Aku jadi membayangkan
bagaimana nantinya bila suatu hari nanti aku menikah, mungkinkah aku akan
seperti ibu Kezia? Mungkinkah aku akan mendapatkan anak seperti Kezia yang
banyak bertanya? Aku jadi takut menjadi orang tua bila nantinya aku kewalahan
menjawab bagaimana? Ah seandainya sedari dulu aku memiliki figur seorang bapak
dan juga ibu yang baik, mungkin aku dapat merasakan betapa besar kasih sayang
orangtuaku sehingga aku merasa bagaikan anak yang penuh rasa syukur. Tapi
dengan kondisiku saat ini, aku masih tetap bersyukur kok. Setidaknya juga aku
bersyukur pada Tuhan karena ia telah memberikan ku kesempatan berada pada
posisi mereka yang tadi ada dijalanan dan kini pada posisi aku yang memiliki
segalanya.
Aku
tak akan pernah lupa, dari mana ku berasal dan dari mana ku dilahirkan meski
tak sedikitpun kurasaka suatu kebahagiaan. Ku langkahkan kakiku beranjak dari
tempatku berdiri, ku pergi meninggalkan mall tersebut, ke sebuah rumah. Rumah yang
merupakan hasil dari kerja keras ku sendiri. Rumah yang sepi, rumah yang hanya
aku sendiri tahu bagaimana ia pernah ada.
0 Response to "Pertanyaan Di Bawah Payung Hujan"
Post a Comment
Harap Komentar Dengan Sopan dan Tidak Mengandung SARA atau SPAM
Untuk pasang Iklan contact stefanikristina@gmail.com