Cintaku Kejar Prestasi
Judul:
Cintaku Kejar Prestasi
Tema:
Pacaran NO, Prestasi Yes
Disusun
oleh: Amelia Firdayanti/05
XII-Multimedia 2
SMKN 10 Surabaya Tahun
ajaran 2015-2016
Namaku Melia
Margaretha, biasanya dipanggil Melia. Aku mempunyai kakak yang bernama Mila
Nazila, biasanya dipanggil Mila. Aku adalah seorang putri dari Ibu Ida dan Ayah
Sholeh. Aku adalah gadis yang berusia 17 tahun, dan kakakku berusia 22 tahun.
Keluarga kami adalah keluarga yang kaya, tetapi setelah perusahaan ayahku
bangkrut karena banyak utang itu semua ulah ibuku yang ceroboh. Aku tinggal di
sebuah rumah yang amat kecil hanya ada perabotan yang seadanya. Rumah lama kami
disita untuk membayar hutang-hutang perusahaan ayahku. Dan semenjak perusahaan
ayahku bangkrut aku tak pernah berputus asa, aku selalu semangat dan bangkit
kembali. Aku selalu tetap bersyukur dengan apa aku punya, roda selalu berputar
kadang kita dibawah dan kadang kita diatas. Ayahku selalu mengajariku untuk selalu tidak berputus asa,
dan berusaha dalam mencapai kesuksesan.
Bersyukur apa yang kita punya dan selalu berbuat kebaikan seperti saling
menolong sesama manusia, menghargai orang lain dan lain-lain.
Aku adalah siswi SMKN 10 Surabaya.
Aku duduk di bangku kelas 12, dan kakakku adalah seorang mahasiswi di fakultas
ITS Surabaya semester 6. Aku di sekolah selalu aktif dalam kegiatan apapun yang
aku inginkan. Aku ingin seperti kakakku yang biasanya dibilang “Kutu Buku”. Hari-hariku
selalu aku buat untuk hal-hal yang bermanfaat seperti membaca buku, membantu
orang tua dan sesama orang lain. Bagiku belajar, belajar, dan belajar adalah
kegiatanku setiap hari. Aku lebih suka memanfaatkan waktuku untuk belajar dan
hal-hal yang penting karena keinginanku untuk mencapai kesuksesan dan merubah
nasib keluargaku. Aku ingin menunjukkan kepada orang tuaku kalau putrinya bisa
membahagiakannya dan menunjukkan kepada semuanya kalau kegagalan adalah berawal
dari kesuksesan.
Setelah beberapa bulan kemudian ibu
dan ayahku selalu tengkar karena faktor ekonomi, semenjak perusahaan ayahku
bangkrut. Ibuku selalu mengeluh dengan keadaan yang sedang ia trima. Hampir
tiap hari mereka ribut, aku pun selalu menengahi tetapi ibuku selalu
mengabaikanku. Aku selalu bilang kepada ibu kalau roda selalu berputar dan
dibalik musibah pasti akan ada hikmah yang tersimpan didalamnya. Akan tetapi,
ibuku terus menurus mengabaikan perkataanku selalu acu tak acu, seakan-akan tak
bisa menerima kenyataan ini. Ujarku “Ibu? seharusnya ibu menghargai kerja keras
ayah bukan malah boros dan menghabiskan uang untuk kesenangan ibu sendiri, ibu
seharusnya lebih menghargai uang lebih baik uang yang ibu buat foya-foya itu
ditabung”. Jawab ibuku “hmm... kamu masih kecil nak belum tau apa-apa,
kebutuhan ibu itu banyak”. Ujarku dengan penuh kesabaran “tapi bu seharusnya
ibu beli barang yang sebutuhnya bukan malah berlebihan bu??”. Jawab ibuku
dengan cuek “udah kamu gak usah ikut campur”.
Ibuku yang dari dulu selalu berfoya-foya
menghabiskan uang buat hal-hal yang tidak penting. Hobby yang sukanya shopping
yang tidak berguna, selalu beli barang yang berlebihan dan selalu berlibur yang
tidak penting yang akan menghabiskan uang untuk kesenangannya. Ula ceroboh
ibuku yang membuat semua berantakan, ayahku selalu menghadapinya dengan penuh
sabar. Akan tetapi kesabaran ayahku mulai menghilang ayahku lelah dengan ula
ibuku sendiri dan lama kelamaan ayahku cemas dengan kelakuan ibuku.
Keesokan harinya disaat aku dan
kakakku sedang menjalani kewajiban masing-masing aku yang bersekolah dan
kakakku yang kuliah. Ditengah kesunyian didalam rumah yang hanya ada ibu dan
ayahku yang sedang mengobrol. “Bu? seharusnya ibu ngasih contoh yang baik buat
anak-anak bu, menghemat uang dan membeli barang seadanya bukan malah
menghabiskan dan berfoya-foya yang gak berguna itu!” kata ayahku dengan nada
cemas. “Udah ayah aja yang memberikan contoh kepada anak-anak” jawab ibuku
dengan cuek. “hmm... ibu selalu saja begitu, kalau ayah menasehati selalu diabaikan”
ucap ayah. “Itu urusan ibu jadi ayah gak usah ikut campur!” jawab ibu semakin
membanta. “Sudahlah, kalau memang kau tidak bisa di percaya lagi lebih baik aku
pergi” teriak ayahku. “Oke, jika itu maumu hari ini juga, detik ini juga aku
minta cerai!” jawab ibuku yang sepertinya tak mau kalah keras. “Iya secepatnya
aku akan mengurus surat cerai kita” jawab ayahku. Suasana kehidupanku sedang
tidak ramah kala itu, aku sedang menghadapi masalah yang terjadi pada kedua
orang tuaku. Ibu dan Ayahku selalu tengkar karena faktor ekonomi, semenjak
perusahaan ayahku bangkrut.
Semangat atau motivasi bisa datang
dari mana saja dan kapan saja, begitulah kata orang, tapi memang benar aku
sudah merasakannya sendiri. Di tengah ketidaknyamanan dan di tengah ketidakpastiaan
bahkan bisa timbul semangat dan dorongan untuk terus maju dan berjuang, itulah
yang aku rasakan ketika aku sedang berjuang untuk mempersiapkan kelulusan
sekolahku. Meski sedang dirundung masalah namun alhamdulillah, Allah SWT telah
memberikan kesabaran dan ketabahan sehingga terus saja aku semangat belajar
tanpa peduli hal lain. Dalam hatiku selalu terucap “Dibalik musibah akan ada
hikmah yang tersimpan didalamnya”.
Itu adalah hari dimana akhirnya
kehidupanku dirundung kesedihan dan rasa yang tidak karuan. Tiga bulan dari
kejadian itu akhirnya kedua orang tuaku bercerai. Setelah kejadian itu aku
pisah dengan ibuku dan aku ikut tinggal bersama ayah dan kakakku. Aku sama
sekali tak bisa berbuat apa-apa kecuali menangis. “Ya Allah, kuatkanlah hatiku,
berikanlah dukunganku agar aku bisa melalui semuanya dengan baik sampai pada
kesuksesanku nanti”, hatiku merintih seraya mengucap doa. Saat itu, selain
harus menghadapi kepedihan itu entah kenapa aku juga tidak bisa lepas dari
memikirkan sekolahku.
Ditengah kepasrahan akan nasib yang
sudah tidak bisa aku lihat gambarnya aku masih berharap bahwa Allah SWT
memberiku kekuatan untuk menyelesaikan sekolahku yang tinggal beberapa bulan
lagi. “Hilangkanlah segala perasaan buruk ini Ya Allah, biarkan aku menyelesaikan
sekolahku dengan tenang” ucapku dalam hati.
Waktu menjelang subuh waktunya aku
sholat dan seperti biasa kewajibanku yang sebagai pengganti ibuku. Sebelum
sekolah aku selalu membantu kakakku yang sedang memasak buat bekalku dan bekal
ayahku kerja nantinya. Setelah semuanya selesai saatnya aku berangkat
kesekolah. Aku sekolah biasanya naik angkutan umum setelah kondisi perusahaan
ayahku bangkrut, tapi bagiku itu semua tak ada masalah. Gimanapun kondisinya
aku tetap semangat dan tak pernah putus asa.
Sesampai disekolah aku duduk di
depan perpustakaan yang biasanya disebut “Gazebo”. Disitu aku hanya duduk-duduk
sendiri sambil menungggu bel berbunyi. Beberapa menit kemudian seorang
sahabatku menghampiriku “Hai, ngelamun aja... dari pada bingung mending bantuin
aku yuk, aku ada pesanan banyak nih”, tiba-tiba Tiyo membuyarkan lamunanku.
“Eh... iya Tiyo, ada apa?” jawabku sambil tertawa terbata. “Heeei... kan aku
sudah bilang, bantuin aku nyiapin pesanan yuk, banyak order nih...” jawab Tiyo.
“Iya ayo aku siap kok membantumu hehehe” jawabku dengan senang hati.
Tiyo Fernanda adalah sahabatku yang
paling baik, entah mengapa apa saja yang ia minta dariku pasti aku tidak bisa
menolak, seperti ketika ia memintaku membantunya menyiapkan pesanan nasi yang
di dapat. Maklum, Tiyo adalah anak satu-satunya dari keluarga yang sederhana
yang harus menjadi tulang punggung bagi ibunya. Sejak dia masih duduk dibangku
SMP, ayahnya telah pulang ke Rahmatullah. Dan disitulah Tiyo harus menggantikan
posisi ayahnya. Selain sekolah ia juga menyempatkan diri mencari uang, ia
membuka jasa pemesanan nasi kuning. Kepandaiannya membuat nasi kuning membuat
ia sering kali kerepotan melayani pesanan nasi yang masuk. Dan akulah
satu-satunya orang yang sering dimintai bantuan olehnya.
Dibalik semua ini selalu ada jalan,
“Allah memang maha tahu apa yang dibutuhkan umatnya”, gumamku dalam hati. Dari
Tiyo lah aku akhirnya mendapatkan jalan dan sedikit ketenangan. Sebagai sahabat
rupanya Tiyo tahu benar apa yang sedang aku hadapi, ia selalu menasehatiku dan
peduli padaku. Tiyo rupanya anak yang sangat cuek dimata anak-anak namun bagiku
dia baik, peduli dan sangat khawatir terhadap diriku.
Beberapa hari kemudian Tiyo pergi
kerumahku, “tokk... tokk.. tokk... Assalamu’alaikum?” ujarnya. “kreekk.. (suara
pintu rumahku) Waalaikumsalam, eh Tiyo ada apa kemari?” jawabku sambil
terkejut. “Hei, nih jatah kamu minggu ini...” teriak Tiyo sambil menyodokan
amplop kepadaku. “Apa ini yo?” tanyaku polos. “Itu ucapan terima kasihku karena
kamu sudah selalu mau membantuku menyiapkan pesanan nasi kuning yang ku dapat, sekarang
usahaku lebih maju, hasilnya banyak dan itu semua berkat bantuanmu” jawab Tiyo.
“Emmm... alhamdulillah” jawabku singkat. “Oh ya, selain menjadi asisten
kepercayaanku kamu juga masih wajib semangat belajar loh, awas kalau malas gaji
kamu bisa aku potong tinggal setengah loh... hehehe” Tiyo nyerocos tak henti
dengan nada bercanda. “Hmm... oke deh, siap bos!!” jawabku sambil tersenyum.
Tak terasa, kebersamaan dan kesibukanku dengan Tiyo mengalihkan
perhatianku pada berbagai masalah yang sedang aku hadapi dirumah. Aku sendiri
tak menyangka, Tiyo yang anaknya super cuek itu bisa memberikan dorongan dan
motivasi padaku. Dia sepertinya selalu tahu kapan harus memberikan nasehat dan
kapan harus diam. Buktinya perkataannya siang tadi benar-benar membekas, kini
aku kembali sadar bahwa impianku masih jauh dan aku masih harus menghadapi
ujian dengan kelulusan beberapa bulan lagi.
Tadinya, sebelum masalah keluarga
membelit aku bercita-cita ingin menjadi seorang doktek, ayah sudah setuju dan
ibu pun merestuinya dengan catatan aku tidak boleh malas belajar. Ditengah
kesunyian malam aku sedang mengobrol dengan ayahku “Yah.. ibu pernah bilang
dulu sebelum ayah cerai ibu berkata, apapun cita-citamu ayah dan ibu mendukung
sepanjang kamu selalu serius, tekun dan semangat” ucapku sambil memeluk ayahku.
“Iya benar kata ibumu, mau jadi apa aja kamu akan ayah dukung nak” jawab ayahku
sambil tersenyum dan menggelus rambutku.
Itulah saat dimana aku menetapkan
pilihan bahwa aku akan terus rajin dan semangat belajar untuk menggapai
cita-citaku. Aku tidak akan pernah menyerah apapun yang terjadi. Namun semenjak
ayah dan ibuku berpisah aku tak pernah lagi membicarakan hal itu. Dengan ibuku
aku hanya berbicara ala kadarnya saja. Pernah suatu kali aku sedang berlibur
kerumah ibuku, tiba-tiba ibu menghampiriku yang sedang melamun dan berkata
“jangan menyerah”. Ibu seolah tahu apa
yang sedang ada dalam hatiku, meski tidak secara langsung ibu ternyata ingin
menguatkan aku untuk terus menggapai apa yang aku impikan.
Dengan berbagai kesibukan sekolah
dan kesibukan dengan dunia Tiyo yang malah semakin menumpuk aku harus
benar-benar bekerja keras. Setelah usai sekolah aku hanya sempat istirahat
sebentar dan harus langsung menuju rumah Tiyo untuk menyiapkan semua pesanan
nasi. Maklum, sekarang pesanan nasi Tiyo tidak hanya datang dari teman sekolah
melainkan dari orang umum juga. Karena itulah, setelah istirahat sebentar aku langsung
meluncur kerumah Tiyo dan membawa buku catatan.
Alhamdulillah, semakin hari aku
mendapatkan uang yang semakin banyak dari Tiyo atas semua pekerjakaan yang aku
kerjakan. Kini tak sadar semangatku mulai tumbuh lagi, entah mengapa aku
tiba-tiba yakin bahwa cita-citaku bisa terwujud. Entah karena dukungan sahabat,
keluarga atau Ridho Allah, entah aku kurang tahu. Hari demi hari ku lewati dan
ditengah kesunyian aku dan Tiyo mengobrol “Hei.. Tiyo, minggu depan kita sudah
ujian apa orderan akan terus berjalan?” tanyaku. “Iya benar, tidak usah khawatir
udah aku jadwal kok, kita mulai stop terima order lima hari sebelum ujian...”
jawabnya. “Apa??! gila kamu ya... emangnya kita gak perlu belajar?” tanyaku
setengah sewot. “Eitss... tenang, bukankah selama ini tidak rajin belajar? buat
nasi kan cuma sebentar saja bukan, intinya setiap sore kita selalu belajar
bersama?? benarkah?” jawabnya. “Ya iya sihh..” jawabku singkat. “Kenapa masih
ragu sama kemampuan kita? jawabnya. “Hei, jangan sombong nona, masih ada langit
diatas langit.. “Ah, kalau itu pasti kan kita sudah berusaha, sisanya tinggal
kita serahkan saja pada Allah...” lanjutnya dengan raut muka serius. “Kamu
benar yo, semoga Allah memberikan jalan terbaik. Amin amin ya robb...”
Dengan bekal 5 hari libur akhirnya
aku dan Tiyo mantap untuk mengikuti ujian sekolah. Libur yang direncanakan Tiyo
memang cukup masuk akal pasalnya pertama kita gunakan untuk melakukan
pemantapan pelajaran, satu hari kita gunakan untuk penyegaran dan satu hari
untuk memanjakan diri dan istirahat total. Ide Tiyo memang jitu sampai pada
waktunya kami menghadapi ujian kami begitu semangat dan begitu segar serta siap
berjuang.
Beberapa hari kemudian setelah
selesai menghadapi ujian, aku dan Tiyo masih saja terus bersama. Mulai dari
belajar bersama, saling menasehati, cerita-cerita, susah senang bersama dan
lain-lain. Kebersamaanku dengannya selalu tak ada habisnya, sampai-sampai orang
yang tak tahu dengan apa yang sebenarnya mereka mengira kalau kita menjalin
hubungan pacaran. Padahal kenyataannya hanyalah sebatas sahabat saja bahkan gak
lebih dari itu, Tiyo bahkan udah aku anggap sebagai keluargaku sendiri. Tiyo
yang selalu mengajariku arti kehidupan yang sebenarnya.
Keesokan harinya disaat aku sedang
melamun duduk digazebo, Tiyo menghampiriku dan berkata “Hei nona yang cantik,
kenapa kamu melamun?” ucapnya sambil tersenyum dan memegang pundakku. “Ah apaan
sih kamu yo?” jawabku cuek. “Hehehe jangan cuek dong nanti cantiknya hilang
loh” jawabnya sambil bergembira. “Hmm apaan sih alay tau” jawabku. “Biarin
wekk..” jawabnya sambil ngeledek. “Oh gitu ya hmm..” jawabku. “Udah jangan cuek
mulu dong, coba senyum dong hehehe” jawabnya sambil bercanda. “iya aku senyum”
(raut mukanya yang kini tak lagi cemberut). “Ciee.. Senyum kamu itu ibarat susu
bendera, nikmatnya sampai tetes terakhir” jawabnya sambil tersenyum. “Hmm malah
gombal, ah payah” Jawabku sewot. “Gini salah gitu salah, hmm sebel” jawabnya.
“Hehehe iya iya” jawabku. “Hehehe oh ya aku mau ngomong sesuatu nih..?”
jawabnya. “Hah? mau ngomong apaan emang?” jawabku dengan terkejut. “Selama kita
bersama aku nyaman banget saat berada didekatmu, aku merasa lebih tenang dan
jalan lebih terang hehehe... sebenarnya sih aku selama ini suka sama kamu. Aku
ingin kita lebih dari sahabat biar aku bisa menjagamu selalu” jawabnya dengan
raut muka serius. “Hmm gimana ya maaf, lebih baik kita sahabatan aja deh kita
kan masih butuh belajar. Kalaupun kita pacaran malah ntar enggak fokus belajar
dong, kita gak usah mikir gitu-gituan deh belajar dulu sampai sukses tunjukkan
kepada orang tua kita, oke!” jawabku sambil tersenyum dan memegang pundaknya.
“Yaelah.. hmm iyadeh kita fokus belajar dulu sampai kita sukses deh, tapi kita
tetap seperti biasanya ya harus saling support satu sama lain. Ya walaupun aku
hanyalah sahabatmu aku akan tetap selalu jagain kamu kok” jawabnya. “Iya kita
masih tetap seperti biasanya kok, aku tetap sahabatmu Tiyo. Gimanapun kamu yang
selalu mengajariku arti sebuah kehidupan” jawabku dengan tersenyum. “Iya
makasih ya mel, kamu selain jadi sahabatku kamu juga jadi bidadari di hidupku”
jawabnya. “Hmm iya aku juga makasih ya yo, hmm gombal” jawabku. “Oke bidadariku
kita tetap fokus belajar yaa demi mencapai impian kita” jawabnya. “Iya oke yo”
jawabku singkat.
Setelah pembicaraan minggu lalu aku
dan Tiyo tetap seperti biasanya yang fokus dengan kesibukan masing-masing,
yaitu fokus belajar. Keinginanku setelah lulus SMK ingin masuk ke fakultas
kedokteran dan keinginan Tiyo yaitu ingin masuk ke fakultas ITS seperti
kakakku. Dan beberapa minggu kemudian aku dan Tiyo lulus dengan nilai yang
sangat memuaskan dan pada akhirnya kita masuk ke fakultas yang kita inginkan
masing-masing. Hari detik menit tahun kita lewati dan akhirnya aku lulus dari
fakultas kedokteran dan ikut tes dibidang kedokteran. Alhamdulillah keinginanku
tercapai selama ini berkat support dan nasehat sahabatku, keluargaku dan atas
Ridho Allah. Akhirnya aku berhasil membahagiakan kedua orang tuaku dan
menunjukkan kalau aku bisa sukses walaupun dengan kondisi seperti ini. Ayah dan
ibuku sangatlah bahagia dan bangga lihat putri-putrinya sukses dengan impian
masing-masing. Akhirnya aku menyuruh ayah dan ibuku untuk kembali bersama-sama
lagi seperti dulu. Alhamdulillah ibuku sudah berubah tak seperti dulu lagi dan
ayahku menikahi ibuku lagi. Pada akhirnya keluarga kami berbahagia kembali. –TAMAT-
0 Response to "Cintaku Kejar Prestasi"
Post a Comment
Harap Komentar Dengan Sopan dan Tidak Mengandung SARA atau SPAM
Untuk pasang Iklan contact stefanikristina@gmail.com